Beranda | Artikel
BERDOA DI ANTARA ADZAN DAN IQOMAH
Rabu, 18 Maret 2009

Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam Sunannya :

Muhammad bin Katsir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Sufyan mengabarkan kepada kami dari Zaid al-‘Ammi dari Abu Iyas dari Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa tidak akan ditolak yaitu di waktu antara dikumandangkannya adzan dengan iqomah.” (Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [521] as-Syamilah)

Perawi hadits :

  1. Muhammad bin Katsir al-‘Abdi, saudara Sulaiman bin Katsir, Sulaiman 50 tahun lebih tua darinya. Salah seorang guru Abu Dawud, meninggal tahun 223 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar berkata, “Dia adalah tsiqah, tidak benar pendapat orang yang melemahkannya.”
  2. Sufyan, yaitu Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri, Abu Abdillah al-Kufi; kibar atba’it tabi’in, salah seorang guru Muhammad bin Katsir, meninggal tahun 161 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar berkata, “Dia adalah seorang yang tsiqah, hafiz, faqih, ahli ibadah, seorang imam dan dijadikan sebagai hujjah, walaupun terkadang dia melakukan tadlis.” adz-Dzahabi mengatakan, “Dia adalah imam, seorang teladan dalam hal ilmu dan kezuhudan. Ibnul Mubarak mengatakan, ‘Aku belum pernah mencatat hadits dari orang yang lebih utama daripadanya.’ Waraqa’ berkata, ‘Sufyan belum pernah melihat orang yang semisal dirinya.’.”
  3. Zaid al-‘Ammi, termasuk shighar tabi’in, salah satu guru Sufyan ats-Tsauri. Rawi kutubus sittah selain Bukhari dan Muslim. Ibnu Hajar mengatakan, “Dha’if.” adz-Dzahabi berkata, “Padanya terdapat kelemahan, Ibnu ‘Adi berkata, ‘Barangkali Syu’bah tidak pernah meriwayatkan dari orang yang lebih lemah daripadanya.’.” Abu ‘Ubaid al-Ajurri berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Dawud tentang Zaid al-‘Ammi, maka dia menjawab, “Namanya Zaid bin Murrah.” Lalu aku bertanya, “Bagaimana dia itu?”. Maka Abu Dawud menjawab, “Aku tidak mendengar melainkan dia adalah orang baik.” Abu Hatim mengatakan, “Syu’bah tidak memuji hafalannya.” Abu Hatim juga mengatakan, “Dia lemah haditsnya, boleh ditulis tapi tidak dipakai untuk berhujjah.” Syaikh al-Albani dalam Irwa’ [1/262] mengatakan, “Zaid al-‘Ammi adalah Ibnu Abil Hawari sedangkan dia adalah perawi yang lemah karena hafalannya jelek. Namun hadits ini telah terbukti dihafalnya dengan baik dengan bukti adanya riwayat dari jalur lain yang memperkuatnya sebagaimana diisyaratkan oleh at-Tirmidzi yang akan disebutkan takhrijnya.” Kemudian Syaikh menyebutkan beberapa jalur lain dari periwayatan hadits ini yaitu : [1] Dalam Musnad Ahmad [3/225] dari Isma’il bin Umar dari Yunus dari Buraid bin Abi Maryam dari Anas bin Malik. Syaikh al-Albani mengomentari sanad ini; semua perawinya adalah tsiqah, rawi Muslim selain Buraid sedangkan dia juga termasuk perawi yang tsiqah tanpa diperselisihkan. [2] Dalam Musnad Ahmad pula [3/155,254] dengan jalur dari Abu Ishaq as-Sabi’i dari Buraid bin Abi Maryam dari Anas. [3] Demikian juga Ibnu Sunni [100], Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hiban sebagaimana dalam at-Talkhish [hal. 79]…
  4. Abu Iyas, yaitu Mu’awiyah bin Qurrah Abu Iyas al-Bashri. Salah seorang guru Zaid al-‘Ammi. Termasuk tabi’in menengah, wafat tahun 113 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar berkata, “Tsiqah.” adz-Dzahabi berkata,”Seorang alim yang mengamalkan ilmunya.”
  5. Anas bin Malik, sahabat. Wafat tahun 92 H. Semua keterangan di atas kami nukil dari Ruwat Tahdzibain as-Syamilah, kecuali yang ada sumber lain padanya.

Riwayat hadits Zaid al-‘Ammi dari jalur lain yang mendukung riwayat di atas adalah sebagai berikut :

Imam at-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan :

Mahmud bin Ghailan menuturkan kepada kami dari Waki’, Abdurrazzaq, Abu Ahmad, dan Abu Nu’aim. Mereka mengatakan; Sufyan menuturkan kepada kami dari Zaid al-‘Ammi dari Abu Iyas Mu’awiyah bin Qurrah dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa tidak akan ditolak ketika dipanjatkan di waktu antara adzan dengan iqomah.” Abu Isa (Imam Tirmidzi) mengatakan; Hadits Anas ini adalah hadits hasan sahih, Abu Ishaq al-Hamdani juga telah meriwayatkannya dari Buraid bin Abi Maryam dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sama seperti bunyi riwayat ini (Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Sahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [212] as-Syamilah).

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan di dalam Musnadnya :

Waki’ menuturkan kepada kami. Dia berkata; Sufyan menuturkan kepada kami dari Zaid al-‘Ammi dari Abu Iyas yaitu Mu’awiyah bin Qurrah dari Anas bin Malik, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa tidak akan ditolak ketika dipanjatkan di waktu antara adzan dengan iqomah.” (Musnad, [24/301] as-Syamilah)

Sedangkan hadits dari jalur lain yang menjadi penguat/syahid bagi hadits Zaid adalah :

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan di dalam Musnadnya :

Aswad dan Husain bin Muhammad menuturkan kepada kami. Mereka berdua berkata; Isra’il menuturkan kepada kami dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abi Maryam dari Anas, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya doa tidak akan ditolak ketika dipanjatkan di waktu antara adzan dengan iqomah. Maka berdoalah.” (Musnad, [25/170]. Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits ini dari jalan Isma’il bin Umar dari Yunus dari Buraid bin Abi Maryam dari Anas, Musnad [26/425], demikian juga dari jalan Husain bin Muhammad dari Isra’il dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abi Maryam dari Anas, Musnad [27/221] as-Syamilah)

Perawi hadits :

  1. Mahmud bin Ghailan, Abu Ahmad al-Maruzi, tinggal di Baghdad. Wafat tahun 239 H atau setelah itu. Rawi kutubus sittah selain Abu Dawud. Ibnu Hajar berkata, “Tsiqah.” adz-Dzahabi mengatakan, “al-Hafizh.”
  2. Waki’ Ibnul Jarrah Ibnu Malih, Abu Sufyan al-Kufi, termasuk shighar atba’it tabi’in, salah satu guru Mahmud bin Ghailan, wafat tahun 196 atau 197 H di Mekah. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah, hafiz, ahli ibadah.” adz-Dzahabi mengatakan, “Salah seorang imam panutan, Imam Ahmad mengatakan; ‘Tidak pernah aku melihat ada orang yang lebih memahami ilmu daripadanya, dan tidak ada yang lebih hafal darinya, bahkan dia lebih kuat hafalannya daripada Ibnu Mahdi’. Hammad mengatakan, ‘Kalau kamu ingin maka kukatakan bahwa dia lebih kuat daripada Sufyan’.
  3. Abdurrazzaq bin Hammam, Abu Bakr as-Shan’ani, salah satu guru Mahmud bin Ghailan, termasuk shighar atba’it tabi’in. Wafat tahun 211 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah, hafiz, seorang penulis yang terkenal, matanya buta di akhir umurnya dan berubah hafalannya, selain itu dia juga memiliki kecenderungan kepada paham Syi’ah.” adz-Dzahabi mengatakan, “Salah seorang imam panutan, telah menulis banyak karya.”
  4. Abu Ahmad az-Zubairi al-Kufi, Muhammad bin Abdullah bin Zubair, salah seorang guru Mahmud bin Ghailan, tergolong shighar atba’it tabi’in, murid Sufyan ats-Tsauri, wafat tahun 203 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah, tsabt. Hanya saja dia terkadang salah dalam meriwayatkan hadits dari ats-Tsauri.” adz-Dzahabi mengatakan, “Bundar mengatakan, ‘Tidak pernah aku melihat orang yang lebih hafal darinya’.”
  5. Abu Nu’aim al-Mala’i al-Kufi, al-Fadhl bin Dukain, wafat tahun 218 atau 219 H di Kufah. Termasuk shighar atba’it tabi’in, salah satu guru Mahmud bin Ghailan, murid dari Sufyan ats-Tsauri. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah, tsabt.” adz-Dzahabi mengatakan, “al-Hafizh.”
  6. al-Aswad bin Amir, Abu Abdurrahman as-Syami, salah seorang murid Isra’il bin Yunus, tinggal di Baghdad. Termasuk shighar atba’it tabi’in, wafat tahun 208 H di Baghdad. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah.”
  7. al-Husain bin Muhammad at-Tamimi, Abu Ahmad, tinggal di Baghdad. Salah seorang murid Isra’il bin Yunus, termasuk shighar atba’ut tabi’in, wafat tahun 213 atau 214 atau 215 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah.”
  8. Isra’il bin Yunus bin Abu Ishaq as-Sabi’i, anak dari Yunus bin Abu Ishaq as-Sabi’i, murid dari kakeknya yaitu Abu Ishaq as-Sabi’i. Termasuk kibar atba’ut tabi’in, wafat tahun 160 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah, ada yang meragukannya tapi mereka tidak berlandaskan pada hujjah.” adz-Dzahabi mengatakan, “Ahmad berkata; Dia adalah tsiqah, dan dia kagum terhadap kekuatan hafalannya. Sedangkan Abu Hatim mengatakan; Dia adalah tergolong sahabat/murid Abu Ishaq yang paling kokoh hafalannya. Namun Ibnul Madini melemahkannya.”
  9. Isma’il bin Umar al-Wasithi, Abul Mundzir, salah satu murid Yunus bin Abu Ishaq, belajar juga kepada Malik bin Anas dan Sufyan ats-Tsauri, tinggal di Baghdad. Wafat setelah tahun 200 H. Termasuk shighar atba’it tabi’in. Rawi Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dan Bukhari dalam Khalq af’alil ‘ibad. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah.”
  10. Yunus bin Abu Ishaq, shighar tabi’in, salah seorang murid Buraid bin Abi Maryam, wafat tahun 152 H. Rawi kutubus sittah selain Bukhari, Bukhari menyebutkannya di dalam Juz al-Qira’ah khalfal imam. Ibnu Hajar berkata, “Shaduq, jarang keliru.” adz-Dzahabi berkata, “Shaduq, dan ia dinilai tsiqah oleh Ibnu Ma’in. Ahmad berkata, ‘Haditsnya mudhtharib/goncang.’ Sedangkan Abu Hatim mengatakan, ‘Tidak bisa berhujjah dengannya’.”
  11. Abu Ishaq Amr bin Abdullah al-Hamdani as-Sabi’i, tabi’in menengah, salah seorang murid Buraid bin Abi Maryam, wafat tahun 129 H. Guru dari Yunus bin Abu Ishaq dan ayahnya yaitu Abu Ishaq as-Sabi’i. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah, banyak meriwayatkan hadits, ahli ibadah. Namun di akhir usianya riwayatnya mengalami percampuran.” adz-Dzahabi berkata, “Salah seorang imam panutan, beliau seperti az-Zuhri dalam hal banyaknya meriwayatkan hadits.” Sedangkan Yunus adalah anak Abu Ishaq as-Sabi’i. Dan Yunus adalah ayah dari Isra’il salah satu rawi hadits ini pula.
  12. Buraid bin Abi Maryam, salah seorang murid Anas bin Malik, wafat tahun 144 H. Rawi Kutubus sittah selain Bukhari dan Muslim, disebutkan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad. Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi berkata, “Tsiqah.” Semua keterangan di atas kami nukil dari Ruwat Tahdzibain as-Syamilah.

Kesimpulan :
Riwayat Zaid al-‘Ammi dari Mu’awiyah bin Qurrah atau Abu Iyas dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu di atas dinilai kuat karena 2 syahid yaitu dari riwayat Yunus bin Abu Ishaq dan dari riwayat Abu Ishaq al-Hamdani as-Sabi’i yang keduanya sama-sama meriwayatkan hadits ini dari Buraid bin Abu Maryam dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu. Kesimpulannya, wallahu a’lam, hadits Zaid ini dihukumi sahih lighairihi karena adanya syahid dari hadits lain tersebut (lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib [265]).

Hadits sahih lighairihi adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat kelemahan namun tidak parah. Dan hadits itu memiliki satu atau lebih syahid/penguat yang -minimal- serupa kualitas sanadnya dan kelemahannya juga tidak parah sehingga dia menempati derajat hasan li dzatihi yang kemudian terangkat kedudukannya menjadi berderajat sahih karena adanya syahid yang mu’tabar (Ulumul hadits lil ‘Allamah al-Albani, hal. 12, baca juga al-Masaa’il oleh Ust. Abdul Hakim Adat, jilid 3/230-231 ). Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, menjelang akhir Rabi’ul awwal 1430 H


Artikel asli: http://abumushlih.com/berdoa-di-antara-adzan-dan-iqomah.html/